Adakah sepenggal naif dalam maaf tersisah,
Ditengah rincuhnya hentakan waktu yg tak berujung..
Sungguh hadirmu bersenandung tirai,
Seperti elegi esok yang tetap di hati
Kau adalah hiruk lalu pikuk…
Semerbak mekarmu menyimpan petaka
Slalu bersemayam di ujung binara kalbu….
Diam dalam diam kami menanti,
Karna penantian tetap menanti…
Hempasan tapak-tapak ketiadaan
Mulai menguning, lalu kemuning
Dalam teropong liar pesta alam yg mencekam
Kami tersisih, terluka dan terlupakan…
Karna penantian tetap menanti…
Hempasan tapak-tapak ketiadaan
Mulai menguning, lalu kemuning
Dalam teropong liar pesta alam yg mencekam
Kami tersisih, terluka dan terlupakan…
Tolonglah kami hai banyu senja,
Kami hanya bertahan dalam ketiadaan…
Seperti ketiadaan melenyapkan keberadaan
Seberapa besar kami menyimpan kerinduan,
Sebesar itu juga kerinduan menyimpan kami………
Sebab jemari-jemari altarmu keluh dan membisu.
Seakan biduk rapuh terkapar sepih..
Masihkah kau disana hai riak bertubir jenuh ?
Apakah lagi yang tersimpan di antara yang terpendam ?
Sudahilah cerita tentang pembantaian itu…
Apakah lagi yang tersimpan di antara yang terpendam ?
Sudahilah cerita tentang pembantaian itu…
Jangan hadirkan Keniscayaan,
Karna niscaya kami pasti meringis, lalu menjerit…….
Dengar...dengarkanlah..hai kafila kebenaran,
Jangan berhenti menggengam mawar
Demi setangkai nurani …
Dalam gulana lamunan bengis
Kami datang dari kumpulan yg terbuang,
Berikanlah kehendak itu dalam keselarasan
Demi Bilur-bilur kedamaian yang mendamaikan
Walau pelangi Kasih hanya serpihan kata
Hai, putaran roda kenestapaan…
Mengapa tak mampu lagi mengucap salam?
menghindari kerikil-kerikil…lalu bersiluman tebing
Sampai kapankah engkau sanggup berlabuh di Pantai hati kami ?
Seumpama penakhluk, dalam penjelmaan badai menjadi badai
Ataukah hadirmu hanya sebuah Isyarat ?
Tentang seribu satu malam kota kemunafikan,
Ketika datang menyongsong kalimat kalbu..
Lalu lenyap bersama desahan musim yang berganti
Bersama laskar kelakar sembilu
Hati mengakar dalam Liar,
Narasi terukir bak belati kekhilafan
Ada rindu disini, karna sujud termakna disana
Demi harapan kami tersadar,
Lalu Sang Khalik pun Bersabda…
”Kami terlahir dengan TELANJANG”
Oleh : Abdy Busthan
Karna niscaya kami pasti meringis, lalu menjerit…….
Dengar...dengarkanlah..hai kafila kebenaran,
Jangan berhenti menggengam mawar
Demi setangkai nurani …
Dalam gulana lamunan bengis
Kami datang dari kumpulan yg terbuang,
Berikanlah kehendak itu dalam keselarasan
Demi Bilur-bilur kedamaian yang mendamaikan
Walau pelangi Kasih hanya serpihan kata
Hai, putaran roda kenestapaan…
Mengapa tak mampu lagi mengucap salam?
menghindari kerikil-kerikil…lalu bersiluman tebing
Sampai kapankah engkau sanggup berlabuh di Pantai hati kami ?
Seumpama penakhluk, dalam penjelmaan badai menjadi badai
Ataukah hadirmu hanya sebuah Isyarat ?
Tentang seribu satu malam kota kemunafikan,
Ketika datang menyongsong kalimat kalbu..
Lalu lenyap bersama desahan musim yang berganti
Bersama laskar kelakar sembilu
Hati mengakar dalam Liar,
Narasi terukir bak belati kekhilafan
Ada rindu disini, karna sujud termakna disana
Demi harapan kami tersadar,
Lalu Sang Khalik pun Bersabda…
”Kami terlahir dengan TELANJANG”
Oleh : Abdy Busthan
Post a Comment