Halloween party ideas 2015



Prinsipnya bahwa teori behavioristik tidak mempermasalahkan norma-norma yang berlaku pada manusia: bahwa apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Karena dalam konteks ini teori behavioristik hanya ditekankan pada bagaimana perilaku manusia menunjukkan perubahan sebagai akibat dari berinteraksi dengan lingkungannya, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar dalam teori behavioristik adalah akibat hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar, dengan respons yang ditampilkan dari dalam diri individu. Respons tertentu akan muncul dari dalam diri individu jika diberikan stimulus dari luar—S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.

Pada umumnya, teori belajar yang masuk dalam rumpun teori belajar behavioristik, memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli dalam lingkungannya. 

Seorang akan bereaksi, jika ia diberikan rangsangan oleh lingkungannya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, maka hal ini akan mengakibatkan perubahan perilaku dalam diri individu—pelaku belajar. 

Unsur-Unsur dalam Pola Stimulus-Respon
Dengan demikian maka terjadinya proses belajar dalam pola hubungan stimulus-respon (S-R), disebabkan oleh adanya 4 (empat) unsur, yaitu: (1) dorongan (drive), (2) rangsangan (stimulus), 3) respons, dan 4) penguatan (reinforcement).

1. Dorongan (Drive)

Unsur pertama, adalah sebuah ‘dorongan’ dari dalam diri individu, yang merupakan keinginan dalam diri seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. 

Misalnya seorang anak yang merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan, maka anak tersebut terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. 

Unsur “dorongan” ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama—ada yang kuat menggebu, ada yang lemah dan tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.

2. Rangsangan (Stimulus)
Unsur kedua, adalah ‘rangsangan’ atau stimulus, yang datang dari luar diri individu, dan tentu berbeda dengan dorongan yang datangnya dari dalam. 

Mengenai rangsangan, misalnya bau masakan yang lezat, atau segala sesuatu yang bisa menimbulkan rangsangan untuk tujuan tertentu. Contohnya, dalam kegiatan mengajar di kelas, ketika banyak di antara siswa mulai jenuh, bosan atau tidak tertarik pada materi yang disampaikan guru sehingga ada yang mengantuk, maka sang guru sebagai instruksional, bisa merangsangnya dengan sejumlah cara dan usaha yang dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy pada saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta didik dalam belajar. 

Dari adanya rangsangan atau stimulus ini, maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan (siswa). Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar behavioristik.

3. Respons
Unsur ketiga, adalah ‘respons’, dalam hal ini respon ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif dan ada pula yang negatif. Respon yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya sesuai dengan yang di harapkan. Sedangkan yang respon negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.

4. Penguatan 
(Reinforcement)
Unsur keempat, adalah ‘penguatan’ (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar yang ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberikan penguatan agar individu tersebut merasakan adanya kebutuhan untuk bisa melakukan respons lagi. 

Sebagai contohnya, terdapat seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba di bentak dengan kasar oleh kakaknya, maka tentu dia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang pada akhirnya, mungkin anak tadi sudah tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk dikemudian hari adalah hal ini bisa menjadi ‘trauma’ untuk tidak mencoreti buku karena takut di bentak. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi, akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya, karena rasa "ketakutan". 

Nah, inilah yang dikatakan penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak menggunakan cara dengan membentak secara kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya dengan berkata: “Bagus sekali, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”. Dengan cara penguatan seperti ini, anak tidak merasa dilarang menulis. Sehingga hal inilah yang dinamakan sebagai “penguatan positif”. 

Contoh lain dari penguatan positif seperti misalnya terdapat seorang anak yang mendapatkan ranking bagus di sekolahnya. Kemudian orang tuanya memberikan hadiah tas baru atau sepatu baru, atau setidaknya di puji oleh orang tuanya, maka kemudian anak akan terus berusaha mempertahankan rankingnya pada masa yang akan datang.

Oleh: Abdy Busthan


Istilah “klasifikasi” dan istilah “pembagian” sepintas memang sama persis. Sehingga keduanya kerapkali dipersepsi memiliki makna yang sama. Padahal antara konsep ‘klasifikasi’ dengan konsep ‘pembagian’ adalah dua hal yang berbeda. 

Klasifikasi memang berkaitan dengan pembagian, tetapi tidak semua pembagian bisa digolongkan sebagai klasifikasi. Pembagian yang dilakukan dalam klasifikasi hanyalah pembagian logis dan pembagian fisik. Mengapa? Sebab dalam pembagian fisik, masing-masing dari bagian fisik itu akan di bagi begitu saja, tanpa memperhatikan hubungan logis dengan keseluruhan.

Misalnya, kata mobil yang bisa di bagi menjadi bagian-bagian seperti: ban, setir, rem, kopling, dsb. Tetapi ia tak dapat dikatakan bahwa ban adalah mobil, atau rem adalah mobil. Karena keseluruhan tidak dapat menjadi predikat bagi bagian masing-masing.

Berbeda dengan pembagian logis dari mobil‖ menjadi sedan, truk, bis, jip, dll. Pada titik ini, keseluruhan yakni mobil, dapat menjadi predikat bagi bagian-bagiannya. Misalnya, sedan adalah mobil, truk adalah mobil, bis adalah mobil, dsb.

Jadi, ‘klasifikasi’ lebih merupakan padanan dari pembagian logis, sedangkan ‘pembagian’ lebih tertuju pada pembagian fisik.

Dalam logika, terdapat dua pembagian perbedaan antara klasifikasi dan pembagian. Dapat dijelaskan sebagai berikut

Pertama, dalam hal pembagian, keseluruhan fisik dapat menjadi predikat dari bagian fisik tersebut. Misalnya, manusia dapat dibagi ke dalam bagian-bagian tubuh, seperti: tangan, kaki, kepala, pundak, dsb. Namun tangan, kaki, kepala, tidak bisa disebutkan sebagai manusia. Sementara dalam klasifikasi, keseluruhan dapat menjadi predikat pada bagian-bagiannya. Misalnya pengertian makhluk hidup. Dapat dikatakan: manusia adalah makhluk hidup; binatang adalah makhluk hidup. 

Kedua, dalam pembagian, kita hanya memecah sesuatu yang besar (dalam jumlah maupun ukuran) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil tanpa suatu kriteria. Misalnya, konsep rumah. Rumah bisa kita bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil seperti kamar-kamar. Namun tidak dapat dikatakan bahwa kamar adalah rumah. Sedangkan dalam klasifikasi, kita membuat bagian-bagian yang lebih kecil dengan kriteria tertentu, yaitu keseluruhan dapatlah menjadi predikat bagi bagian-bagian. Misalnya: kuda adalah hewan, kelinci adalah hewan, dan monyet adalah hewan. Maka di sini, ‘hewan‘ dapat menjadi predikat untuk kuda, kelinci, monyet dsb. 

Semoga bermanfaat. Salam Logici,
Wassalam....Hormat di Bri

Oleh. Abdy Busthan

Sumber Buku:
Busthan Abdy (2019). Pendidikan Logika: Konsep Dasar Berlogika. (Hal 117-118). Kupang: Desna Life Ministry



Dalam sifatnya, teori belajar lebih bersifat “deskripstif”, sedangkan teori pembelajaran bersifat “preskiptif”. Kajian beberapa model pembelajaran berdasarkan pada teori belajar, menunjukkan bahwa model-model tersebut adalah model prosedural. 

Dalam hal ini, teori pembelajaran menunjukkan beberapa karakteristik, diantaranya seperti designed oriented  yang berfokus pada upaya mencapai tujuan pembelajaran; mengidentifikasi metode pembelajaran—cara untuk mendukung dan memfasilitasi belajar dan situasi pada mana metode akan digunakan ataupun tidak digunakan; dan metode pembelajaran bisa di rinci lagi menjadi serangkaian rencana pelaksanaan suatu pembelajaran. Jadi, teori merupakan sekelompok proposisi yang berhubungan dan yang menunjukkan mengapa suatu peristiwa itu dapat terjadi. 

Reigeluth (1983) mendefinisikan teori sebagai suatu rangkaian prinsip yang secara sistematis diintegrasikan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena dalam proses pembelajaran. 

Dalam hal ini teori pembelajaran merupakan teori yang menawarkan panduan ekplisit tentang bagaimana membantu seseorang belajar dan berkembang menjadi lebih baik. Jenis belajar dan pengembangannya mencakup aspek: kognitif, emosional, sosial, fisikal, dan spiritual. 

Karena itu teori pembelajaran mesti menunjukkan beberapa karakteristik seperti berikut. 

Pertama, designed oriented, yaitu berfokus pada alat mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk belajar, atau pengembangan daripada description oriented—berfokus pada given events. 

Kedua, mengidentifikasi metode pembelajaran (cara untuk mendukung dan memfasilitasi belajar) dan situasi pada mana metode dipakai/tidak dipakai. 

Ketiga, metode pembelajaran bisa dipecah-pecah menjadi rinci sebagai panduan. 

Keempat, kecenderungan metode pembelajaran adalah probabilistic daripada deterministic. 

Bruner, seperti yang dikutip oleh Degeng (1989); dalam Budiningsih Asri (2012:11), menyatakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif atau goal oriented (untuk mencapai tujuan), karena tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode dan strategi pembelajaran yang cocok untuk memperoleh hasil optimal. 

Sedangkan teori belajar sebagai deskriptif atau goal free (untuk memeriksa hasil), karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. 

Jadi kesimpulan yang dapat ditarik bahwa teori pembelajaran berurusan dengan upaya untuk mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar, agar dapat memudahkan belajar. Sedangkan fokus dari teori belajar lebih kepada persoalan “bagaimana seseorang itu dapat belajar”. 

Oleh: Abdy Busthan



Istilah “penalaran” adalah sebuah kata yang dalam bahasa Inggris disebutkan dengan “reasoning”, dan dalam bahasa Belanda adalah “redenering”. Dalam logika, penalaran adalah unsur paling terpenting. Mengapa? Sebab penalaran merupakan kegiatan akal budi dalam melihat dan memahami proposisi, yang berdasarkan pemahaman tentang proposisi itu maka akal budi memunculkan proposisi yang baru. 

Jadi, kegiatan berpikir terwujud dalam proses akal budi yang berupa gerakan satu pikiran kepada pikiran lain dengan cara "menalar". Maka penalaran adalah proses dalam akal budi yang berupa kegiatan menghubungkan satu pikiran dengan pikiran-pikiran lain, untuk menarik sebuah kesimpulan (Sidharta Arief, 2010). 
Hal yang sama ditegaskan oleh Daito Apollo (2011), bahwa penalaran adalah proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu bisa mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir harus dilakukan dengan cara tertentu. 

Pada dasarnya, terdapat dua cara untuk bisa mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu dengan rasio berdasarkan pengalaman. Kaum rasionalime mengembangkan diri melalui rasio, sementara kaum empiris mengembangkan diri melalui pengalaman. 

Berdasarkan uraian kedua ahli di atas, maka penalaran adalah proses berpikir dalam bentuk kegiatan yang menghubungkan pikiran-pikiran untuk memunculkan kesimpulan. Atau dengan kata lain, proses berpikir dengan rangkaian pernyataan yang tertata dan tersusun dengan cara tertentu untuk menyimpulkan sesuatu hal. 

Setiap penalaran memiliki struktur berupa pernyataan (premis dan argumen). Pernyataan itu kemudian di olah nalar, sebelum menghasilkan kesimpulan. 

Sedangkan suatu kesimpulan akan dianggap valid jikalau proses penarikan kesimpulan itu dilakukan dengan cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan inilah yang disebutkan sebagai logika.

Contoh penalaran sbb: 
~ Semua manusia akan mati 
Jefri adalah manusia 
~ Jadi, Jefri akan mati 

~ Singa adalah binatang 
~ Binatang adalah makhluk hidup 
~ Jadi, Singa adalah makhluk hidup 

~ Beberapa Yamaha adalah motor 
~ Beberapa motor adalah Honda 
~ Jadi, beberapa Honda adalah Yamaha 

~ Beberapa tanaman adalah bunga 
~ Beberapa bunga adalah objek berwarna merah 
~ Jadi, beberapa tanaman adalah objek berwarna merah 

Oleh: Abdy Busthan

Profil Saya

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6vbBZ2pWiZ3UT6KzmydJsI8uu2evuDFDFRWIfl2X4fVu5h281O_CQlp3axcC7ZJpfx2f2br7EPr6mDG9Mdpg-3IC2EUHXJ9rFDRNcrs3wlJGMJ5HrazVTt8Z8Y4_-8oQVkBbWYmQD-ig/s640/r56722.jpg} Abdy Busthan adalah Dosen dan Teknolog Pembelajaran, serta pembina dan peneliti di Jurnal Ilmiah Flobamora Science. Dibesarkan di kota Nabire, Papua. {facebook#https://www.facebook.com/AbdyBS/} {twitter#https://twitter.com/abdybusthan} {google#https://busthan-abdy.blogspot.com/} {pinterest#https://id.pinterest.com/abdybusthan213/} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCnLMvY91iOTKgfvwd2hfJsg?view_as=subscriber} {instagram#https://www.instagram.com/busthanabdy/}
Theme images by sbayram. Powered by Blogger.